Rabu, 04 Juni 2014

Mencari Cahaya

Sekian jenak waktu telah kian berlalu. Aku menyadari ada terlampau banyak hal yang ingin aku bagikan kepada kalian, jari-jari kelingkingku. Ini tentang sesuatu yang beberapa malam terakhir mengganggu pikiranku tak hanya ketika terjaga, tapi juga ketika aku terlelap. Aku ingat beberapa minggu yang lalu aku terbangun tiba-tiba dari mimpiku dalam keadaan keringat bercucuran dan jantung berdegup kencang, kemudian aku menangis sejadi-jadinya dalam sujudku di sepertiga malam terakhir kala itu. Bahkan aku tak tau aku menangis sebab apa. Hingga kini aku belum mengerti.
Yang aku tau, aku merasakan ketakutan yang sangat malam itu. Tapi bodohnya, beberapa hari setelah kejadian itu aku dengan mudahnya lupa begitu saja. Beberapa malam terakhir aku mengalami susah tidur. Harusnya saat ini aku sedang mengerjakan tugas kuliah, tapi aku sama sekali tak dapat berkonsentrasi. Pikiranku berterbangan kemana-mana. Beberapa hari terakhir ini aku terngiang-ngiang pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabatku. Pertanyaan sederhana yang sebelumnya mungkin tak akan pernah mengusikku sedikitpun.
Diawali dengan keisenganku membuka facebook. Di berandaku tiba-tiba muncul postingan sahabat lamaku yang berisi kata-kata bijak. Awalnya biasa saja, kemudian disusul dengan postingan fotonya. "Subhanallah", itu kata yang aku ketikkan di kolom komentar. Dia sangat cantik dalam foto itu, nampak sangat anggun dengan khamir panjang yang menutp hampir separuh badannya. Sungguh anggun, dan aku takjub dengan perubahan penampilannya.
Pada awal aku mengenalnya di bangku SMP dulu, dia masih belum memakai kerudung. Kepalanya terbuka tanpa hijab, namun ia tetap wanita yang manis meski dengan penampilan seperti itu. Hingga beberapa bulan yang lalu, aku masih melihat postingan di instagramnya dengan penampilan seperti sebelumnya. Saat itu aku agak bingung, karena beberapa kali aku juga melihat fotonya dengan memakai kerudung di facebook. Menurutku itu agak kurang konsisten. Tapi siapalah aku berani men'judge dia, sedangkan aku sendiri masih sangat jauh dari sempurna.
Beberapa saat kemudian, dia membalas komentarku dengan bertanya kenapa. Aku hanya membalas dengan memuji bahwa ia sungguh cantik dan anggun dengan penampilan seperti itu. Itu aku katakan jujur dari dalam hatiku, karena memang kenyataannya dia sangat anggun dengan penampilannya yang baru. Kemudian ia membalas dengan pertanyaan yang sungguh sederhana, hanya sekedar ucapan, "Alhamdulillah :), kamu kapan nyusul?". Pertanyaan yang sungguh sederhana, tapi tanpa aku duga ucapan itu nyatanya dapat membuatku insomnia. Jujur aku merasa tertohok saat itu. Seperti seketika ada yang menyadarkanku dari kesombongan bahwa selama ini merasa telah menjalankan perintah-perintah Allah dengan menutup aurat, padahal nyatanya selama ini hijabku belum sempurna. Bahkan masih sangat jauh dari sempurna.
Jujur awalnya aku merasa tersinggung dia bertanya seperti itu. Bagaimana bisa ia bertanya seperti itu padahal ia tahu bahwa aku telah mengenakan kerudung bahkan jauh sebelum dia mengenakannya. Sombong sekali bukan? Iya, itulah buruknya diriku. Tapi setelah itu, aku menyesal sedalam-dalamnya. Aku baru tersadar bahwa selama ini aku hanya sekedar membalutkan kain ke tubuhku, dan juga dengan sombongnya berpikir bahwa sahabat yang telah berhijab itu tidak pantas bertanya seperti itu kepadaku. Aku menyesal. Jujur aku sangat menyesal ketika itu. Setelahnya yang tertinggal hanya rasa iri dan galau. Akiu iri karena melihat sahabatku yang menurutku lebih dekat dengan Allah, iri melihatnya yang telah mendapat hidayah. Aku menyesal karena selama ini aku merasa bahwa aku sudah menjadi hamba yang baik, tapi kenyataanya pengabdianku kepada Tuhanku itu sama sekali bukan apa-apa. Aku sangat menyesal karena telah meremehkan sahabatku yang aku akui jauh lebih baik daripada aku. Aku sangat menyesal akan segala kesombongan yang sempat terbersit dalam hatiku. Astaghfirulloh al adzim.. :'(
Dan pada akhirnya kini yang tersisa hanya kegalauan. Aku bingung harus berbuat apa setelah ini. Jujur, aku sangat ingin berhijab dengan syar'i. Tapi ada sangat banyak pertimbangan dan kebimbangan yang menggelayuti. Aku sadar seharusnya kita harus melaksanakan perintah Allah denga penuh keyakinan. Tapi aku takut. Aku takut niatku saat ini bukan lilllahi ta'ala. Aku takut ada niat lain yang terselip. Aku bingung. Aku berada dalam keadaan dimana aku dapat membedakan mana yang benar dan salah, tapi aku masih saja galau. Ya Allah, ada apa dengan hatiku? Apakah sebegitu piciknya hati ini..
Jujur, memang masih ada yang mengganjal dalam hatiku. Mengenai bagaimana nanti setelah aku memutuskan untuk secara total berhijab secara syar'i. Aku takut tidak bisa menjadi diriku sendiri, karena memang pada dasarnya aku bukan wanita yang anggun. Aku takut ketika nanti aku berhijab, aku tidak bisa menjalankan hobiku dengan bebas. Tapi.. Astaghfirulloh.. Bagaimana mungkin aku mempertaruhkan kewajibanku kepada Tuhanku hanya untuk hal-hal yang bersifat duniawi. Mengabdi kepada Allah bukanlah sebuah pilihan, itu tujuanku diciptakan. Setidaknya itu yang selama ini aku yakini. Tapi kenapa aku masih galau? Haruskah aku menunggu hingga dosa-dosaku bertumpuk, baru kemudian aku memutuskan untuk hijrah? 
Sepertinya kali ini aku benar-benar harus menata hati dan niat, aku ingin melakukannya karena hatiku yang menuntunku untuk melakukannya. Aku harus benar-benar merenung kali ini..
Merenungkan hal yang mengusik pikiran serta hatiku, juga kata-kata yang sempat diucapkan sahabatku itu kepadaku, "Semua butuh proses untuk menjadi lebih baik, cahaya akan merusak mata bila datang tiba-tiba di tempat gelap, namun bila perlahan pasti akan indah".

Dalam pencarian dan perenungan yang tak berujung..
-Jakarta/05 Juni 2014/01:00-